‘’Kenapa akhir-akhir kamu berbeda’’ ucapan itu terus terngiang di kepalaku, memangnya apa yang berbeda dariku? apa karena aku tak dapat mereka suruh-suruh? tapi perbedaan apapun itu aku tak peduli karena kali ini aku lebih bahagia dan menyayangi diriku sendiri. terima kasih dinda karenamu Aku dapat menghargai diriku sendiri.
Katanya masa remaja adalah hal yang mengasyikkan dimana semua orang mengharapkan dapat terus berada di waktu ini, katanya juga di masa ini amat seru karena memiliki banyak teman yang dapat diandalkan dan selalu setia menemani teman yang lain tapi menurutku masa ini tidak sebagus katanya. Aku talita murid kelas XI tahun ini yang katanya memiliki banyak teman, padahal untuk mempunyai teman bagiku sangat bersyarat.
‘’talita aku haus bisa nggak kamu beliin aku minuman tapi pakai uangmu dulu. mau ya, cepetan gih aku haus’’ ujar azka. talita menarik nafas sebelum akhirnya ia mengangguk, ia segera bangkit walaupun sebenarnya ia sedang malas. kalau aku nggak mau nurut nanti gak ditemenin, mana pake uangku lagi pasti nggak bakalan diganti kemarin-kemarin juga gitu, ih gini banget pengen punya temen. talita menggerutu hingga tak terasa ia melangkah hingga kantin, tempat ini ramai oleh para siswa yang sedang istirahat untuk makan entah itu jajan atau membawa bekal dari rumah masing-masing.
‘’bi aku pesan Pop Ice rasa Taro 1 pakai topping Boba ya’’ pesan Talita pada penjual di kantin
‘’bukannya kamu alergi taro ya, ngapain pesan rasa itu? Oh iya lupa pasti itu titipan bestinya ya?’’ celoteh seseorang di pinggir ku
‘’apa sih Sok tahu, aku suka rasa Taro Kata siapa aku alergi itu’’ protes talita kesal, tapi ucapannya benar aku alergi taro, aku merasa simpati pada diriku sendiri selama ini tidak ada yang mengetahui fakta itu tapi orang itu kenapa dengan mudah mengetahuinya, bahkan azka temanku saja ia pernah memaksaku meminum minuman rasa taro hingga aku tak dapat mengikuti pelajaran beberapa hari karna efeknya.
‘’udahlah jangan diturutin, mana pakai uang jajanmu kan? Jangan mau di babuin’’ ucap perempuan tadi. ia adalah Dinda, setelah mengatakannya dinda membalikan badan dan melangkah pergi menyisakan talita yang hanya dapat menatap punggung itu hingga menghilang di keramaian. andai dia tahu aku juga gak mau kayak gini tapi demi punya temen. Aku juga ingin berada di posisi dinda yang tak perlu berusaha sepertiku saat ingin mempunyai teman, kau amat beruntung din. Ucap talita dalam hati.
Esok harinya...
Kelas Talita telah mengikuti pelajaran olahraga, masing-masing siswa duduk sesuai ‘’sirkel’’ nya talita, Azka dan ketiga teman lainnya duduk lesehan di tepi lapangan ‘’lita pijitin tanganku dong pegel nih, CEPETAN’’ azka meninggikan suaranya di akhir seolah terdapat capslock disana. mendengar itu Talita menarik nafas dalam hingga ia tak sengaja menghembuskan nafasnya terlalu kencang ‘’kamu nggak ikhlas buat pijitin aku?’’ azka mengibaskan tangan talita ‘’eh e-enggak kok, a-aku cuma lagi ambil nafas tadi, karena kecapean jadi aku susah atur nafas’’ ucap talita terbata
‘’Udahlah kalo gak ikhlas bilang aja kali’’ azka maninggikan volume suaranya membuat beberapa mata tertuju pada mereka dan mulai berbisik keheranan
‘’Iya tuh, si lita gak ikhlas kayanya az’’
‘’Bener az, tadi ekspresinya aja kaya males gitu’’ seruan seruan teman azka yang lain
‘’Az, maafin aku. Tadi aku beneran gak bermaksud gitu. Sini tangannya aku pijitin lagi’’ talita memohon, demi melihat itu dibanding dengan mengulurkan tnagan azka memilih berdiri dan berbalik arah azka mulai melangkah meninggalkan talita ‘’cabut guys, kecuali talita’’ perkataan itu sukses membuat talita mematung beberapa detik kemudian ia tersadar dan mulai melihat sekitar semua mata kini tertuju padanya, talita berdiri dan mulai mengambil langkah untuk menjauh dari keramaian.
Toilet sekolah
Terdengar isakan dari salah satu bilik toilet yang tak lain isak itu milik talita, ia melewatkan satu jam pelajaran hanya untuk dapat menyembunyikan diri dari keramaian. Ia masih malu atas kejadian yang menimpanya pada jam istirahat olahraga tadi.
‘’Lita’’ terdengar samar seruan dari luar, talita segera menghentikan isakannya
‘’Lita, aku tau kamu ada di dalam kan?’’ kali ini suara itu jelas, pemilik suara itu telah berdiri tepat di bilik toilet yang talita tempati
‘’Lita keluar, kamu gapapa kan?’’ kali ini talita dapat mengenali suaranya itu suara milik seseorang yang mengejeknya di kantin kemarin, dinda.
‘’Kamu kesini mau apa? Kamu mau ngetawain aku?’’ talita sedikit menyentak
‘’Apa-apaan tuduhan itu, aku kesini karena khawatir’’ sergah dinda
‘’Gausah sok peduli, pergi sana’’
‘’Heh kepala batu, bukannya sok peduli. Aku gak kaya teman-temanmu yang selalu kamu agungkan itu, aku kasian lihat kamu begini’’ ujar dinda
‘’Gausah dikasihani, aku gk minta’’ talita sedikit tersinggung dengan perkataan dinda mengenai kata kasihan
‘’Aduh salah ngomong lagi aku. Denger ya lita orang di dunia ini gak cuman satu, begitupun temen. Cari temen tuh yang bisa ngehargain keberadaan kamu bukan orang yang membuatmu mengenyampingkan perasaanmu tau, jangan bodoh!’’ sentak dinda
Perkataan itu membuat talita terdiam dari dulu ia selalu berfikir bahwa tidak ada satupun orang yang ingin berteman dengan nya. Talita tidak mengetahui apa alasannya hal itulah yang menyebabkan talita amat takut kehilangan orang-orang yang telah ia anggap penting. Termasuk azka, siswa pertama disana yang mengajak talita berbincang pada saat matsama tahun lalu, orang yang ceria dan ramah itu berubah setelah menemukan teman barunya. Talita hanya memendam ia terus berfikir positif saat azka memperlakukan talita tak selayaknya sebagai teman. Talita mulai membukakan pintu perlahan dan memperlihatkan dirinya ragu-ragu .
‘’Yaampun talita, kamu nangisin orang sebrengsek azka sampe bengkak begitu’’ belum sempurna pintu terbuka dinda terlebih dahulu menarik tangan talita membuat talita kehilangan kesimbangan tubuhnya emmbuat talita jatuh pada pelukan dinda.
‘’Lita dengerin aku, kamu berharga. Diri kamu butuh kamu jangan ngorbanin diri kamu buat orang yang gk dapat ngehargain keberadaan kamu’’
Pelukan dinda begitu erat membuat talita seolah merasakan ketulusan dari seseorang yang sedang memeluknya. Talita mulai terisak dan menjatuhkan air matanya pada bahu dinda
‘’Ma-maaf’’ ujar talita terisak
‘’Gaapa nangis aja sepuasmu, gaada yang liat selain aku’’ ucap dinda yang sukses membuat tangisan talita pecah.
Esok harinya
Berbeda dari hari-hari sebelumnya kini talita berangkat sekolah dengan senyuman yang terpancar di wajahnya membuatnya terlihat begitu manis, ia begitu semangat dan begitu percaya diri, ini berkat dinda, batin talita.
Setibanya di sekolah talita berpapasan dengan azka dan teman lainnya, langkah talita terhenti ketika azka mendorong bahu talita membuatnya mundur beberapa langkah
‘’Eits maaf lita, aku sengaja’’ ucap azka sambil tersenyum miring namun talita tak menggubrisnya
‘’Lita, masalah kemarin kamu lupain aja deh soalnya aku bakal maafin kamu kalo kamu traktir kita-kita, gimana? Deal?’’ ucap azka sambil terus mengembangkan senyumnya. Talita mengangkat salah satu alisnya kemudian balas tersenyum ‘’ini tuh aku mau dimaafin atau kalian yang gak mampu beli jajan sendiri’’ jawaban talita membuat azka tercengang membuat senyumnya yang kian mengembang kini hilang
‘’Maksudmu apa lita? Kamu ngatain aku gak mampu gitu?’’ azka berkata penuh emosi, lita tetap tenang dengan senyumnya ‘’ohh nggak ko, cuman bicara fakta. Maaf ya aku tinggal keburu bel. Bye-bye azka sampai ketemu di kelas’’ talita melangkah meninggalkan azka dan teman-temannya yang hanya dapat mematung mendengar jawaban azka yang menohok.
Talita berlarian di koridor kelas, mendapati dinda yang tak jauh dari tempatnya berada, talita berlari menghampiriu dinda yang sedang fokus dengan bukunya
‘’Kalo lagi jalan tuh liat-liat bukan malah baca buku, gimana kalo nabrak guru’’ ucap talita sambil merangkul bahu dinda membuatnya sedikit bergidik ‘’ngaco kamu lit’’ ujar dinda tertawa. Mereka mulai mengobrol sepanjang koridor hingga depan kelas.
Sesampai di kelas talita menyapa tetman teman sekelasnya yang membuat sekitarnya bingung namun beberapa menit kemudian di sambut hangat oleh teman-teman kelasnya. Sekarang talita mengerti mengapa dulu ia susah mendapatkan teman, talita selalu terlihat murung bahkan terbilang amat acuh pada sekitar. Namun talita kali ini berbeda, dan orang-orang menyukainya. Talita mulai menyukai kehidupannya dan ia juga mulai berharap agar waktu dapat berhenti di masa remaja nya kali ini. (shopi)