4. Menerjemahkan Ayat
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah
dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang
kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah-nya), jika kamu beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. an-Nisā’/4: 59).
5. Asbabunnuzul
Imam al-Bukhari meriwayatkan bertalian dengan turunnya
Q.S. an-Nisa/4:59 ini, yakni terkait dengan penolakan para prajurit
untuk masuk ke dalam api atas perintah Abdullah bin Hudzafah
bin Qais, selaku komandan dalam suatu sariyah (perang yang
tak diikuti Nabi). Mereka kemudian mengadu kepada Nabi Saw.
tentang batasan taat kepada ulil amri, maka turun ayat ini, sebagai
jawaban atas problema yang mereka hadapi.
6. Tafsir Ayat
Memahami ayat Al-Qur’an, tidak cukup hanya berdasar
terjemah Al-Qur’an, tetapi harus berlandaskan kepada buku
buku tafsir yang mu’tabar (kitab tafsir yang isinya sudah teruji
kebenaranny
Berikut ini, kandungan isi Q.S. an-Nisā’/4: 59):
a. Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yakni perintah
kepada orang beriman, agar taat kepada perintah Allah
Swt. dan Rasul, serta kepada ulil amri dalam menyelesaikan
problema yang dihadapi berdasarkan nilai-nilai Al-Qur’an dan
Hadits.
b. Mentaati perintah Rasulullah Saw, baik perintah mengamalkan
maupun meninggalkan larangan, karena perintahNya
merupakan perwujudan dari perintah Allah Swt.
c. Mematuhi juga aturan atau ketentuan yang ditetapkan oleh
ulil amri, yaitu: Orang-orang yang memegang kekuasaan di
antara kamu atau mereka yang berwenang menangani urusan
kamu, dengan catatan ketaatan kepada ulil amri tersebut tidak
menyalahi aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya.
d. Ketaatan itu meliputi taat kepada Allah Swt. Rasul, dan kepada
ulil amri. Ketiga ketaatan itu, tidak perlu dipertentangkan,
tetapi dicari titik temunya, asalkan tidak menyalahi prinsip
dan aturan yang ada.
e. Jika terdapat masalah yang diperselisihkan dan tidak ada kata
sepakat, disebabkan tidak ada petunjuk yang jelas di dalam
Al-Qur’an dan Hadits, maka penyelesaiannya dikembalikan
kepada nilai-nilai dan jiwa Al-Qur’an dan Hadits dengan
menggunakan Ijtihad.
Sebagai upaya memahami lebih jauh ketaatan, berikut ini
penjelasannya:
1) Taat di antara disiplin dan beragama yang baik
Taat menjadi faktor penting dalam mewujudkan disiplin,
baik terhadap diri sendiri, keluarga, organisasi, masyarakat,
bahkan dalam lingkup yang paling besar, yakni negara atau
sebuah ummat . Sebab itu, kata tha’ah diulang ratusan kali di
dalam Al-Qur’an,
Kata tha’ah, identik dengan kebaikan. Sebab, istilah ini
biasa dihubungkan oleh kebanyakan masyarakat, sebagai
bukti baiknya keberagamaan seseorang. Semakin beragama,
semestinya semakin kuat ketaatannya. Jika kita temukan
kebalikannya dalam kenyataan keseharian, berarti orang itu
belum benar keberagamaannya, atau beragamanya belum
utuh dan masih sepotong-potong.
Islam menggariskan bahwa ketaatan sangat terkait
dengan dasar, landasan, atau motif seseorang. Boleh jadi,
ada seseorang berbuat benar di jalan Allah Swt., namun jika
memiliki motif atau niat lain, selain tertuju kepada-Nya, maka
itu tidak dinamakan sebagai ketaatan.
Ketaatan yang benar adalah ketaatan yang dilandasi
hanya karena Allah Swt. semata. Berdasarkan landasan ini,
bisa jadi ada seorang karyawan yang taat kepada pimpinan,
namun jika ketaatan itu tidak didasari karena Allah Swt., maka
itu tidak dinilai sebagai bentuk ketaatan.
2) Taat kepada Ulil Amri
Setiap orang beriman harus menaati Allah Swt.,
Rasulullah Saw., dan kepada para pemegang kekuasaan (ulil
amri) demi terciptanya kemaslahatan bersama. Semua itu agar
tercapai kesempurnaan pelaksanaan amanat dan hukum yang
seadil-adilnya, baik dalam urusan dan kepentingan duniawi
maupun akhirat.
Hanya yang perlu ditekankan, mematuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh ulil amri itu, jika sudah ada kesepakatan
dalam satu hal melalui jalan musyawarah dan mekanisme
yang demokratis. Bila sudah sampai pada tahap tersebut,
kaum muslim berkewajiban mematuhinya, dengan syarat
ketetapannya tidak bertentangan dengan aturan Allah Swt.,
dan Rasul-Nya.
Kenapa perlu juga taat kepada ulil amri? Jawabannya
karena ajaran agama sendiri menyatakan bahwa kamu lebih
mengetahui urusan duniamu. Artinya, banyak aturan dan
ketentuan hidup yang belum diatur secara rinci oleh agama,
dan itulah peran penting dari ulil amri untuk membuat
aturan yang belum diatur oleh agama, tentu setelah melalui
mekanisme dan cara-cara yang demokratis.
Berpijak pada prinsip tersebut, aturan Allah Swt.
diletakkan pada posisi tertinggi, setelah itu aturan Rasul-Nya,
selanjutnya aturan yang disusun oleh ulil amri (pemerintah/
pemimpin). Meski, sekali lagi ketaatan kepada pemimpin atau
pemerintah atau pihak lain itu, harus sejalan pula dengan
aturan Allah dan Rasul-Nya. Sabda Rasulullah Saw.: